Positif, negatif teguran orangtua.

Aku terlalu sering baca dan denger remaja cewek seumuran aku ngeluh ini itu tentang "larangan" buat mereka ngelakuin jadwal diluar rumah yang larangan itu gak lain pasti dari orangtua. Ngeluh... mereka pengen bebaslah, orangtua gak sayanglah dan bahkan yang mungkin kelewat batas banget terjadi adalah sampek mengatakan orangtua dalam tanda-kutip seribu bahasa buat benerin kalau dia bener dan orangtua salah, yaudah pasti tau kan maksud dari kata itu, dan pendapatku buat yang mungkin ini adalah salah banget (baca: diatasnya banget), dan kalau bahasa jawanya "kebacut". Well, menurutku, satu yang buat remaja-remaja ini ngeluh akut (termasuk aku) adalah mereka gak pernah mengambil sedikit positifnya larangan kedua orangtua dan malah memperbanyak negatifnya. Kenapa mikir banyak negatifnya ajasih, negatif thinking gak ada habisnya kalau diladenin buat jadi yang dipikir. Misalnya, awalnya berpikir "aku pengen bebas", yaudah cukup, stop disitu dan jangan dikembangin negatif thinkingnya.

"Terus kalau dikembangin kenapa mbak? Emang orangtua ngelarang, padahal aku pengen bebas."

Ngembangin itu seharusnya ngembangin yang positif dan bukan yang negatif. Seperti yang aku bilang diawal berpikir negatif itu gak ada habisnya kalau diladenin buat jadi yang dipikir. Ya sebenernya sih sama kayak yang positif, gak ada habisnya. Tapi perbedaannya cuman ada diakhir, berpikir negatif gak bakal buat kamu belajar apa-apa, yang ada pikiran itu jerumusin kamu ketempat dan keadaan yang gak seharusnya kamu disitu, ya istilahnya itu bukan tempat kamu. Kamu mau menyesal? Menyesal gak akan merubah keadaan yang udah berlalu kan. Yang ada cuman penyesalan. Iya kalau kamu mau bangun, bangkit lagi buat memperbaiki yang didepan. Nah kalau nggak? Apa yang kamu pikirkan? Yaudah, itu seperti apa yang ada dalam pikiran kamu itu. :) Dan hebatnya berpikir positif? Pikiran itu akan membuat kamu lebih banyak belajar dan menerima kalau semua hal memang pada dasarnya gak sama, selalu ada yang namanya beda dan mau melengkapi.

Well, kembali ke pembahasan awal tentang larangan orangtua. Seharusnya kita emang harus lebih banyak belajar ngambil positif dari banyak hal yang kita lihat, kita amati dan kita rasain. Dimana negatif dan positif harus punya perbandingan. Kalau gak mau muluk-muluk berpikir aja seimbang antara keduanya, golput. Tapi pernah gak sih mikir lagi lebih dalam kenapa terkadang orangtua melarang kita ini itu? Yang menurut kita penting belum tentu penting buat beliau (orangtua), benerkan? Harusnya kita bersyukur, iya bersyukur. Masih ada yang keadaannya lebih buruk dari kita, mohon maaf seperti contohnya anak yatim piatu dan tentu masih ada juga yang lebih baik dari kita, contoh anak yang keinginannya selalu terpenuhi dan tercukupi. Kita gini gitu masih ada yang negur kalau emang salah, nah kalau seperti mereka yang keadaannya lebih buruk? Siapa lagi yang mau menegur diwaktu salah kalau bukan kesadaran dari diri sendiri dan itu bukanlah hal yang gampang untuk dilakukan, alhasil mereka harus mandiri sebelum kita. Direnungin yaa, banyak-banyak bersyukur, teguran itu bentuk tanda sayang yang jarang disadari terjadi disekitar kita dan disadari keberadaannya diwaktu teguran itu gak lagi terdengar dan terucap dari bibir. Rasanya yang ada cuman hambar, nyesel dan pengen nemuin yang udah hilang pergi :'). Jadi gak usahlah berpikir pengen kayak si pemilik keadaan lebih baik itu, gak semuanya berakhir baik kok. Cara orangtua itu beda-beda. Ya mungkin orangtua mereka berpikir "Saya juga pernah muda, jadi biarlah mereka bebas" tapi nggak dengan orangtua kita,  beliau punya batasan untuk mengabulkan permintaan anaknya. Terlebih lagi kalau untuk anak cewek, aku rasa mereka paling bawel soal beginian dan gak terkecuali akupun juga pernah bawel sama seperti itu. :) Tapi kalian perlu tau memang begini tantangan jadi anak cewek apalagi kalau jadi anak cewek satu-satunya. Ada yang perlu kita pahami lebih dalam tentang cara beliau menyayangi dan ingin menjaga kita. Cara beliau membuatmu berpikir "menyebalkan!" tapi bagi beliau keselamatanmu penting diatas segalanya. Mungkin disisi yang gak kita tau beliau mau mengucapkan maaf karna udah melarang dan menggantinya dengan mengajakmu berjalan-jalan, tapi kita malah terlanjur kecewa, marah dan memilih mengunci diri dikamar. Pfft, childish banget kan? Bukankah seharusnya teguran beliau kita terima dengan baik mengingat kita masihlah tanggung jawabnya, seperti yang aku katakan, perbanyak lagi positifnya. Karna aku yakin, hal baik yang terselip diteguran orangtua adalah baik buat masa depan anaknya, sepele apapun tegurannya. Akan ada waktunya buat kita mandiri segalanya kok. Apalagi cewek, banyak godaannya diluar. Butuh berpikir seratuskali buat orangtua percaya kalau anaknya bener-bener udah dewasa dan bisa mandiri. Kalian gak boleh dong sampek mikir orangtua gak sayang cuman karna gak dibolehin ini itu. Hmm perlu kamu tinjau ulang 'ini itu'-mu seperti apa ya. Kalau sekiranya itu gak penting, wajarlah beliau membantah memperbolehkanmu. Nah kalau dasarnya itu penting emang penting banget mbak? Jelaskan lagi pada orangtuamu sepenting apa jadwal diluar rumahmu atau apapun itu, buat beliau yakin dan percaya kalau "ohya, mungkin saja ini penting." dan kamu mampu menjaga diri juga kepercayaan dari orangtuamu. Kalau memang bilang A, pentingnya A jangan sampek nyeleweng ke huruf lain. :) Yang dibutuhkan disini cuman kepercayaan dan usaha kamu menjaga kepercayaan itu sendiri. Kepercayaan itu mahal dong :3, makanya jangan dibuat aneh-aneh. Ibarat benda langka kalau udah dirusak ya gak ada gantinya. Cari aja kalau ada, adapun kesan langkanya udah pasti luntur gak seindah kesan waktu pertama kali nemu. Iya kan? Apalagi kepercayaan orangtua, butuh perjuangan banget buat dapetin itu dan tugas kita menjaga sebaik-baiknya ketika itu udah kita dapetin.

:)

Gandusari, 31 Desember 2013

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar