Buku : Habibie dan Ainun



Mana Mungkin Aku Setia… 

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.

Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan
bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang,
sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati,
hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada.
“Aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.” 
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua,
tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta,
sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan, Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
Selamat jalan, calon bidadari surgaku ….
(Bacharuddin Jusuf Habibie, Habibie dan Ainun)

“Ainun dan saya bernaung di bawah cinta milik-Mu ini dipatri  menjadi MANUNGGAL sepanjang masa. Hanya dengan tatapan mata saja tanpa berbicara sering dapat berkomunikasi langsung dan mengerti isi hati dan kehendak kami.”
Buku kisah cinta Habibie dan Ainun ini bercerita berbagai kisah cinta yang menarik antara Pak Habibie dan Ibu Ainun dalam rentang waktu kebersamaan mereka selama 48 tahun 10 hari hingga maut memisahkan. Dari perkenalan tanpa sengaja dengan Bu Ainun di rumah keluarga Besari hingga mereka berdua menikah. Sebagai lulusan insinyur dan bekerja sebagai asisten peneliti di Institut Konstruksi Ringan, di Jerman, maka setelah menikah mereka pun harus hijrah ke Jerman. Banyak lika-liku yang harus dijalani pasangan baru tersebut, terutama berkenaan dengan biaya hidup dan tempat tinggal yang harus dipenuhi. Dari sini sudah mulai diceritakan tentang ketegaran Bu Ainun yang kemudian akan semakin banyak dijabarkan Pak Habibie di sepanjang kisahnya.
Sebenarnya saya belum membaca  buku ini karena masih menabung untuk membeli buku ini (maklum, saya masih sekolah), saya hanya baru membaca sinopsis singkatnya di tiap-tiap situs yang saya kunjungi dengan kata kunci "Sinopsis Habibie dan Ainun". Jujur, saya terharu dengan hanya membaca sinopsisnya, dan tentunya saya tak sabar untuk membacanya.
Buku ini mungkin sangat menyentuh bagi yang telah membacanya. Buku ini dapat menjadi refleksi atau pelajaran serta inspirasi bagi kita semua, terutama bagi yang ingin belajar bagaimana menjadi suami dan istri yang baik. Buku ini juga mengajarkan, bahwa kita boleh mencintai seseorang namun janganlah melebihi cintamu kepada Allah. Karena semua yang kita miliki sekarang hanya bersifat sementara, semuanya akan kembali kepada Allah dan seberapapun beratnya, kita harus ikhlas dan tabah untuk melaluinya. 


Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar